
JAKARTA – Di sebuah kota kecil bernama Torquay di pesisir selatan Inggris, udara laut bertemu dengan wangi bunga taman yang tumbuh subur di halaman rumah bergaya Victoria. Pada 15 September 1890, seorang bayi perempuan lahir di sana. Anak itu kelak tumbuh menjadi sosok yang akan mengubah wajah dunia sastra detektif.
Namanya Agatha Mary Clarissa Miller atau yang dunia kenal sebagai Agatha Christie, penulis perempuan paling laris sepanjang sejarah dan dijuluki sebagai “Queen of Crime.”
Lebih dari satu abad setelah kelahirannya, jejak Christie masih terasa di mana-mana. Dari novel misteri yang memenuhi rak buku, hingga panggung teater dan layar lebar yang terus menghadirkan ulang kisahnya.
Lebih dari 2 miliar eksemplar karyanya terjual di seluruh dunia. Namun di balik legenda itu, perjalanan hidup Christie penuh lapisan seolah menyerupai kisah-kisah misterinya sendiri.
Jika kita mundur ke belakang, Christie tumbuh dalam keluarga kelas menengah atas. Ayahnya, Frederick Alvah Miller, seorang Amerika yang mapan. Sementara ibunya, Clara Boehmer, adalah perempuan Inggris yang percaya bahwa pendidikan anak lebih baik dilakukan di rumah. Karena itu, Agatha kecil banyak belajar sendiri.
Sejak kecil, Agatha Christie akrab dengan kesepian. Dia lebih sering berbicara dengan boneka dan membaca buku cerita daripada bermain dengan anak-anak lain. Dari sinilah tumbuh daya imajinasi luar biasa yang kelak menjadi bahan bakar kisah-kisah misterinya.
Di masa remajanya Christie menulis puisi dan cerita pendek, namun tak pernah berpikir akan menjadi penulis profesional. Tetapi, Perang Dunia I mengubah jalan hidup Christie.
Dia menjadi sukarelawan di rumah sakit dan bekerja di apotek. Dari pengalaman itu Christie belajar tentang berbagai jenis racun, pengetahuan yang kelak menjadi ciri khas dalam novel-novelnya. Racun sianida, arsenik, striknin, hingga morfin, kerap muncul sebagai senjata mematikan dalam ceritanya.
Pada 1920, Agatha Christie menerbitkan novel pertamanya, The Mysterious Affair at Styles. Novel itu memperkenalkan dunia pada sosok detektif Belgia dengan kumis khas bernama Hercule Poirot. Tak lama kemudian, lahir pula detektif amatir yang tak kalah terkenal, Miss Marple, nenek tua yang penuh intuisi tajam.
Sejak saat itu, Christie tak pernah berhenti menulis. Hampir setiap tahun dia melahirkan novel baru yang langsung disambut dengan antusias oleh pembaca.
Formula misteri yang abadi
Apa rahasia Agatha Christie? Novel-novelnya bukan sekadar permainan teka-teki. Dia piawai mengamati sifat manusia, menguliti ambisi, keserakahan, cinta, dan kebencian yang mendorong seseorang melakukan kejahatan.
Kisahnya sering dimulai dengan latar yang tenang seperti sebuah desa Inggris yang damai, hotel mewah di pesisir Mediterania, atau kereta api yang melaju menembus salju. Namun ketenangan itu tak pernah bertahan lama. Seorang korban ditemukan seolah dunia runtuh dalam sekejap.
Lalu masuklah detektif Poirot dengan logika dan little grey cells-nya atau Miss Marple dengan naluri kehidupan desa untuk mengurai benang kusut. Di akhir cerita kebenaran terungkap, biasanya dengan sebuah plot twist yang membuat pembaca terkejut.
Novel seperti Murder on the Orient Express (1934) dan And Then There Were None (1939) masih dianggap mahakarya Christie hingga kini. Yang terakhir bahkan menjadi salah satu buku terlaris sepanjang masa dengan lebih dari 100 juta eksemplar terjual.
Christie bukan hanya menciptakan misteri, dia bahkan pernah menjadi misteri. Pada Desember 1926, Agatha Christie menghilang secara tiba-tiba selama sebelas hari. Mobilnya ditemukan kosong di pinggir jalan dan seluruh Inggris geger. Ribuan orang ikut mencari termasuk polisi dan bahkan sesama penulis seperti Sir Arthur Conan Doyle.
Christie akhirnya ditemukan di sebuah hotel dengan menggunakan nama samaran. Hingga kini, alasan pasti mengapa dia menghilang masih menjadi bahan spekulasi. Ada yang menyebut dia mengalami amnesia akibat stres, ada pula yang mengaitkannya dengan masalah rumah tangga. Kejadian itu justru menambah aura misterius dalam citranya sebagai penulis.
Tak hanya di buku, karya Christie menembus panggung teater dan layar lebar. Naskah dramanya yang paling terkenal, The Mousetrap, pertama kali dipentaskan di London pada 1952 dan sejak itu tak pernah berhenti dipentaskan, menjadikannya drama terlama dalam sejarah dunia.
Karya-karyanya juga diadaptasi ke dalam film dan serial televisi, dari versi klasik tahun 1970-an hingga adaptasi modern oleh Kenneth Branagh. Setiap generasi menemukan kembali daya tarik intrik dan kejutan yang ia ciptakan.
Misteri yang tak pernah padam
Agatha Christie wafat pada 12 Januari 1976 di usia 85 tahun. Namun peninggalannya jauh melampaui zamannya. Hingga kini, dia dianggap sebagai tolok ukur dalam penulisan novel detektif.
Baca Selengkapnya: [1D1H] 14 September, Rasuna Said dan Suara Perempuan yang Menggetarkan Nusantara
Pengaruhnya terasa di seluruh dunia. Banyak penulis modern seperti Gillian Flynn dengan Gone Girl hingga Dan Brown dengan The Da Vinci Code, berutang pada formula ketegangan dan kejutan ala Christie. Bahkan dunia perfilman thriller Hollywood tak lepas dari pola yang dia populerkan.
Lebih dari itu, karya-karyanya menjadi sejarah. Dari potret desa-desa Inggris pascaperang hingga kompleksitas hubungan manusia dalam masyarakat modern, novel Christie bukan hanya hiburan tetapi juga arsip sosial.
Fakta menariknya, Agatha Christie adalah penulis dengan penjualan buku terbanyak sepanjang sejarah, lebih dari 2 miliar eksemplar. Dia juga pernah menulis novel roman dengan nama samaran Mary Westmacott.
Pernikahan keduanya dengan arkeolog Max Mallowan membawanya ke Timur Tengah. Banyak novelnya berlatar eksotis seperti Murder in Mesopotamia. Agatha Christie menyukai bahasa tubuh dan ekspresi. Dalam catatannya, dia sering menulis ide misteri berdasarkan hal-hal kecil yang dia lihat sehari-hari.
Guinness World Records juga menempatkannya sebagai penulis paling banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dengan lebih dari 100 bahasa.
Queen of crime
Hari lahir Agatha Christie bukan sekadar tanggal dalam kalender dunia sastra, melainkan sebuah peringatan akan kekuatan cerita. Dari desa Torquay hingga ke seluruh dunia, Agatha Christie membuktikan bahwa misteri manusia tak pernah lekang oleh waktu.
Novel-novelnya bukan hanya tentang “siapa pembunuhnya,” melainkan tentang siapa kita dan bagaimana rahasia kecil bisa mengubah jalan hidup.
Dalam setiap halaman, Christie meninggalkan pesan bahwa dunia ini penuh teka-teki dan tugas kita adalah mencari kebenaran, meski kebenaran itu kadang mengejutkan.
Lebih dari seratus tahun setelah kelahirannya, Agatha Christie tetap hidup di benak pembaca. Setiap kali sebuah pintu kamar terkunci dari dalam, setiap kali sebuah kereta berhenti di tengah salju, atau setiap kali seorang detektif duduk sambil menyalakan pipa, kita masih mendengar pertanyaannya: “Siapa pelakunya?”
Harfi Admiral
Pingback: [1D1H] 16 September, Arsitek Bangsa Kecil yang Menjadi Raksasa Dunia itu Bernama Lee Kuan Yew – Rasinesia
Pingback: Sherlock Holmes Tidak Akan Percaya, Tapi Doyle Sendiri Memercayainya – Rasinesia