[1D1H] 17 September, Berdirinya Palang Merah Indonesia

Potret markas besar Palang Merah Indonesia. Foto: PMI

 

JAKARTA – Matahari mulai merangkak di ufuk timur, menyapu lembah-lembah dan pegunungan di Nusantara yang baru saja merdeka. Kala itu tak semua lagu kemerdekaan dirayakan dengan sorak sorai. Sebagian dengan duka, badai, dan hormat terhadap nyawa.

Dalam masa genting itulah, pada 17 September 1945 berdirilah sebuah institusi pengabdi sesama manusia bernama Palang Merah Indonesia (PMI).

Ini bukan hanya soal organisasi, ini soal suara yang tak terdengar, darah yang tak terlihat, dan tulang-tulang yang merintih dalam perlawanan. PMI ada untuk mengambil beban itu, meriung bersama korban perang, bencana, dan keputusasaan.

Sebelum kemerdekaan, organisasi dengan simbol palang merah sudah hadir di Hindia Belanda. Pemerintah kolonial mendirikan lembaga bernama Het Nederland-Indische Rode Kruis pada 21 Oktober 1873, kemudian dikenal sebagai NERKAI (Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië).

Namun, NERKAI bukan organisasi kelahiran tangan bangsa sendiri melainkan dibentuk oleh pemerintah kolonial dengan layanan yang tak selalu sampai kepada rakyat pribumi. Adanya ketimpangan ini memicu dorongan untuk mendirikan PMI.

Pada tahun 1932, Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan mengajukan rancangan pembentukan Palang Merah Nasional yang akan dijalankan oleh putra-putri Indonesia. Usulan tersebut mendapat sambutan dari masyarakat terpelajar, namun rencana itu ditolak dalam sidang Konferensi NERKAI pada tahun 1940.

Ketika pendudukan Jepang berlangsung, kesempatan untuk membentuk badan semacam itu sempat muncul kembali, tapi hambatan politik membuatnya batal diresmikan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, momentum pendirian itu pun muncul. Pada 3 September 1945, Presiden Soekarno memerintahkan Menteri Kesehatan pada masa itu, Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk badan Palang Merah Nasional.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 5 September, panitia kecil (Panitia Lima) dibentuk: Dr. R. Mochtar sebagai ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai penulis, serta Dr. Joehana, Dr. Marzuki, dan Dr. Sitanala sebagai anggota.

Mereka bekerja cepat dalam suasana yang melelahkan dan penuh ketidakpastian, tetapi berakar dari panggilan hati untuk menyelamatkan manusia.

Dan akhirnya pada 17 September 1945, PMI resmi berdiri. Sebuah simbol bahwa bangsa yang merdeka juga memupuk jiwa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Mohammad Hatta terpilih menjadi ketua pertamanya.

Palang Merah di medan revolusi

Masa awal berdirinya PMI langsung diwarnai ujian berat. Revolusi kemerdekaan pecah di berbagai kota. Tenaga medis langka, obat-obatan terbatas, dan rumah sakit penuh sesak.

Di Surabaya, misalnya, relawan PMI mengangkut korban pertempuran hanya dengan tandu bambu dan kereta kuda. Di medan perang Yogyakarta, mereka mendirikan pos-pos pertolongan darurat, berlari di antara peluru demi membawa tentara dan rakyat jelata ke tempat aman.

Tak jarang relawan PMI gugur saat menjalankan tugas. Namun dari pengorbanan itu lahir reputasi bahwa PMI adalah garis depan kemanusiaan, berdiri di atas semua kepentingan politik.

Tugas PMI tak berhenti di medan revolusi. Tahun 1950, Indonesia akhirnya diterima menjadi anggota International Red Cross and Red Crescent Movement. Bergabungnya PMI ke jaringan global ini memberi makna ganda, yaitu Indonesia diakui secara internasional dan PMI menjadi bagian dari gerakan kemanusiaan dunia.

Sejak saat itu, bendera putih dengan lambang palang merah di tengahnya berkibar tidak hanya di medan perang, tetapi juga di daerah bencana, baik di tanah air maupun di luar negeri.

PMI dibangun di atas prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan, dan Kemestaan.

Seiring waktu, PMI meneguhkan diri tidak hanya sebagai simbol, melainkan sebagai mesin besar kemanusiaan yang bekerja dari Sabang sampai Merauke.

Masyarakat sering mengenal PMI hanya sebatas penyedia donor darah. Memang, sejak 1950-an, PMI menjadi garda utama ketersediaan darah nasional dengan jutaan kantong darah dikumpulkan setiap tahunnya.

Namun, kiprah PMI jauh lebih luas. Mereka melatih jutaan orang dalam Pertolongan Pertama, mendidik generasi muda lewat Palang Merah Remaja (PMR), hingga ikut dalam diplomasi kemanusiaan internasional.

PMI juga menjadi penghubung keluarga yang terpisah akibat konflik. Saat Timor Timur lepas dari Indonesia, PMI membantu ribuan keluarga mencari kabar kerabat mereka yang hilang.

Relawan PMI terdiri dari berbagai latar belakang seperti pelajar, tenaga kesehatan, warga biasa yang dilatih untuk pertolongan pertama, kesehatan masyarakat, dan tanggap bencana. Generasi muda melalui PMR juga disiapkan agar nilai-nilai kepedulian diwariskan.

Tantangan PMI di era modern

Namun, zaman berubah. Tantangan PMI kini bukan lagi sekadar perang atau bencana alam. Mereka harus menghadapi pandemi, perubahan iklim, dan menurunnya partisipasi relawan muda.

Pandemi COVID-19 menjadi ujian terbaru. Relawan PMI berjaga di pos vaksinasi, menyemprotkan disinfektan, hingga mendistribusikan bantuan. Banyak di antara mereka yang jatuh sakit, namun tugas kemanusiaan tetap berjalan.

Baca Selanjutnya: [1D1H] 16 September, Arsitek Bangsa Kecil yang Menjadi Raksasa Dunia itu Bernama Lee Kuan Yew

Di sisi lain, kebutuhan darah meningkat tajam, sementara generasi muda cenderung enggan mendonorkan darah secara rutin.

“PMI bukan hanya butuh donasi darah, tapi juga regenerasi relawan,” kata seorang pengurus PMI dalam sebuah wawancara.

Makna 17 September dan PMI

Hari ini, setiap 17 September bukan sekadar tanggal berdirinya PMI. Itu adalah tanggal untuk merenung dan me-recharge energi solidaritas. Tanggal di mana bangsa ini diingatkan bahwa merdeka bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari rasa takut karena lapar dan sakit.

PMI, sejak lahir, bukanlah benteng politik, bukan pula alat kepentingan satu pihak. PMI adalah ruang di mana warna kulit, agama, suku, hingga ideologi disingkirkan dan nyawa menjadi satu nilai tertinggi.

Nilai itu tidak pernah lekang meski gempa datang dan bencana alam lainnya mengancam.

Harfi Admiral

1 komentar untuk “[1D1H] 17 September, Berdirinya Palang Merah Indonesia”

  1. Pingback: [1D1H] 18 September, Fenomena dari Rio yang Mengubah Sepak Bola Dunia itu Bernama Ronaldo Nazario – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top