[1D1H] 25 September, Meracik Sejarah di Balik Kisah Hari Apoteker Sedunia

Para apoteker di bawah Korps Kesehatan pada Perang Dunia I. Foto: Navy Mil

JAKARTA – Di balik setiap pil yang kita telan saat sakit, di balik setiap vaksin yang menyelamatkan jutaan nyawa, ada sosok yang sering luput dari sorotan, apoteker. Mereka adalah jembatan antara ilmu pengetahuan, obat-obatan, dan manusia.

Mereka bukan hanya penjual obat di balik etalase, melainkan penjaga keselamatan pasien, peracik terapi, dan saksi perjalanan panjang sejarah medis.

Setiap 25 September, dunia memperingati Hari Apoteker Sedunia (World Pharmacists Day). Perayaan ini bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa profesi ini adalah salah satu tulang punggung peradaban manusia. Seperti halnya dokter atau perawat, apoteker punya sejarah panjang yang sarat perjuangan dan terus berkembang seiring peradaban.

Hari Apoteker Sedunia lahir dari inisiatif International Pharmaceutical Federation (FIP), sebuah organisasi global yang menaungi apoteker, akademisi, hingga ilmuwan farmasi dari lebih 150 negara.

Pada 2009 di Istanbul, Turki, FIP menetapkan 25 September yang merupakan tanggal berdirinya organisasi itu pada tahun 1912 sebagai hari perayaan profesi apoteker sedunia. Sejak saat itu, setiap tahun FIP mengangkat tema berbeda yang menyoroti kontribusi apoteker pada isu kesehatan dunia.

Tema-tema itu tak sekadar slogan. Misalnya, ketika pandemi COVID-19 melanda, apoteker berada di garis depan. Dari meracik obat, mendistribusikan masker, hingga memastikan vaksin tersimpan pada suhu yang tepat.

Untuk memahami pentingnya hari ini, kita perlu mundur jauh ke belakang. Sejarah farmasi berakar sejak manusia pertama kali mencoba menyembuhkan penyakit dengan ramuan alami.

Di Mesopotamia (3000 SM) ditemukan tablet tanah liat berisi resep obat dari tumbuhan dan mineral di kota Nippur. Di Mesir Kuno, Papirus Ebers (1500 SM) mencatat lebih dari 700 ramuan obat.

Di era Yunani & Romawi, Hippokrates dan Galen mengembangkan teori pengobatan yang menjadi fondasi farmasi modern. Dari nama Galen lahirlah istilah “galenik” untuk sediaan obat.

Bahkan pada masa Islam Abad Pertengahan ilmuwan seperti Avicenna (Ibn Sina) menulis Canon of Medicine yang merinci farmakologi secara sistematis. Kota-kota seperti Baghdad dan Kairo punya apotek pertama di dunia pada abad ke-8.

Profesi apoteker modern lahir ketika ilmu kimia berkembang di abad ke-17 hingga 19. Dari sinilah muncul organisasi profesi, pendidikan formal, hingga peraturan ketat tentang obat.

 Apoteker di masa krisis

Sejarah dunia membuktikan kalau apoteker selalu muncul di saat genting. Ketika Perang Dunia I & II berkecamuk, apoteker berperan meracik antibiotik dan serum, menyelamatkan ribuan nyawa prajurit.

Di tahun 1950-an, penemuan antibiotik baru seperti streptomisin yang didistribusikan luas berkat jaringan farmasi. Bahkan pada 1980-an, apoteker membantu dalam program global melawan HIV/AIDS, memastikan obat antiretroviral didistribusikan merata. Begitu pula pada Pandemi COVID-19 apoteker menjadi ujung tombak distribusi vaksin, bahkan di desa-desa terpencil.

Tanpa mereka, obat bukanlah solusi, melainkan potensi bahaya. Kesalahan dosis sekecil apapun bisa mematikan.

Hari Apoteker Sedunia juga menekankan filosofi bahwa obat bukan hanya benda mati, melainkan bagian dari proses penyembuhan yang kompleks. Apoteker memastikan obat itu aman diminum, dosisnya tepat, tidak bereaksi buruk dengan obat lain, dan bisa diakses dengan harga yang terjangkau.

Mereka juga menjadi konsultan yang memberi edukasi kesehatan. Bagi pasien yang bingung dengan tumpukan resep, apotekerlah yang menjelaskan dengan bahasa sederhana kapan diminum, apa pantangannya, dan apa efek sampingnya.

Dari laboratorium ke apotek

Banyak yang beranggapan kalau apoteker hanyalah orang yang bekerja di toko obat, padahal profesi ini terbagi luas, di antaranya:

  • Klinis : bekerja di rumah sakit, memastikan terapi pasien tepat.
  • Komunitas : bertugas di apotek umum, menjadi garda depan kesehatan masyarakat.
  • Industri : merancang dan memproduksi obat di perusahaan farmasi.
  • Penelitian : mengembangkan vaksin, obat baru, hingga teknologi terapi gen.
  • Regulasi : memastikan obat yang beredar sesuai standar keamanan.

Inilah mengapa peringatan 25 September dirayakan dunia karena profesi ini bukan hanya bagian dari sistem kesehatan, melainkan salah satu pilar peradaban modern.

Fakta menarik tentang apoteker

  • Apotek tertua di dunia berdiri di Baghdad pada tahun 754 M.
  • Resep pertama tertulis ditemukan di Mesopotamia dan berusia lebih dari 5.000 tahun.
  • Banyak apoteker yang juga menjadi ilmuwan besar, seperti Carl Wilhelm Scheele, penemu oksigen dan gliserin.
  • Di Jepang, istilah apotek modern baru berkembang pesat setelah Perang Dunia II, mengikuti model Barat.
  • Hampir semua vaksin modern tidak akan mungkin tanpa kontribusi apoteker di laboratorium farmasi.

Di abad ke-21, peran apoteker semakin vital. Tantangan kesehatan duniasemakin kompleks seperti resistensi antibiotik, penyakit menular baru, hingga meningkatnya jumlah penderita penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi.

Apoteker kini tidak lagi sekadar menjual obat, melainkan penjaga sistem kesehatan. Mereka terlibat dalam telemedicine, konseling pasien secara daring, hingga penelitian obat berbasis bioteknologi.

Baca Selengkapnya: [1D1H] 24 September, Lahirnya Honda Motor Co., Ltd.

Hari Apoteker Sedunia menjadi momen untuk merayakan peran itu, sekaligus mengingatkan masyarakat bahwa obat tidak hanya tentang apa yang kita telan, tetapi juga tentang siapa yang memastikan obat itu benar-benar menyelamatkan kita.

Harfi Admiral

1 komentar untuk “[1D1H] 25 September, Meracik Sejarah di Balik Kisah Hari Apoteker Sedunia”

  1. Pingback: [1D1H], 26 September, Lahirnya Nehemiah Grew Sang Bapak Fisiologi Tumbuhan – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top