[1D1H] 29 September, Berdirinya Universitas Negeri Pertama di Pulau Bali

Gedung Rektorat Universitas Udayana. Foto: Universitas Udayana

JAKARTA – Tanggal 29 September 1962 menandai lahirnya sebuah kampus baru bagi dunia pendidikan Indonesia di Pulau Dewata. Bukan sebuah candi megah atau monumen batu yang berdiri, melainkan sebuah lembaga ilmu pengetahuan bernama Universitas Udayana, universitas negeri pertama di Bali.

Di tengah bangsa yang masih muda dan penuh semangat membangun, berdirinya universitas ini menjadi simbol tekad sebuah daerah untuk tak hanya dikenal karena budaya dan spiritualitasnya, tetapi juga karena kekuatan intelektual yang mampu bersaing di pentas dunia.

Sejarah Universitas Udayana tidak bisa dilepaskan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Pada tahun 1958, sebuah Fakultas Sastra dibuka sebagai bagian dari Universitas Airlangga namun berlokasi di Bali. Fakultas ini menjadi cikal bakal lahirnya Universitas Udayana. Para tokoh akademisi, cendekiawan, dan pemuka masyarakat Bali kala itu menyadari pentingnya memiliki lembaga pendidikan tinggi yang berakar di tanah mereka sendiri.

Empat tahun berselang, perjuangan panjang itu membuahkan hasil. Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1962 meresmikan Universitas Udayana. Nama “Udayana” dipilih untuk menghormati Raja Udayana Warmadewa, seorang penguasa Bali pada abad ke-10 yang dikenal bijaksana, arif, dan membawa kejayaan pada masanya.

Dengan nama itu, diharapkan universitas ini menjadi penerus tradisi intelektual dan kebijaksanaan lokal yang sejalan dengan semangat modernitas.

Untuk memahami arti penting berdirinya Universitas Udayana, kita perlu menengok suasana Bali pada awal 1960-an. Pulau ini memang sudah lama dikenal dunia internasional sebagai pusat budaya dan spiritual. Seni tari, gamelan, arsitektur pura, hingga filosofi hidup “Tri Hita Karana” telah menarik perhatian peneliti dan wisatawan sejak era kolonial Belanda. Namun, di balik pesona itu, Bali masih menghadapi tantangan besar, yaitu berupa keterbatasan akses pendidikan tinggi.

Generasi muda Bali yang ingin menempuh pendidikan universitas kala itu umumnya harus merantau ke Jawa atau luar negeri. Hal ini tidak hanya memerlukan biaya besar, tetapi juga berpotensi menciptakan ketimpangan.

Baca Selengkapnya: [1D1H] 28 September, Memperingati Hari Rabies Sedunia Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap Penyakit Tertua yang Masih Mengancam

Talenta terbaik Bali bisa saja terserap ke daerah lain tanpa sempat membangun tanah kelahirannya. Dengan berdirinya Universitas Udayana, harapan itu berubah. Bali kini memiliki pusat akademik yang dapat melahirkan intelektual-intelektualnya sendiri.

Sejak awal, Universitas Udayana dirancang tidak hanya untuk mencetak sarjana di bidang ilmu pengetahuan murni, tetapi juga untuk menjadi jembatan antara pengetahuan tradisional Bali dengan ilmu pengetahuan modern. Hal ini tampak jelas dari fakultas-fakultas yang berkembang mulai dari Sastra dan Budaya, Pertanian, Kedokteran, hingga Teknik dan Hukum.

Dalam kerangka pembangunan bangsa yang lebih luas, universitas ini menjadi simbol pemerataan akses pendidikan. Indonesia pasca kemerdekaan sedang berjuang menyeimbangkan pusat dan daerah. Jika sebelumnya universitas besar hanya ada di Jawa, kehadiran Universitas Udayana menandai babak baru desentralisasi pendidikan tinggi.

Tidak butuh waktu lama bagi Universitas Udayana untuk menarik perhatian nasional maupun internasional. Posisi geografis Bali yang strategis menjadikan kampus ini sebagai titik temu ilmuwan, seniman, dan budayawan dari berbagai belahan dunia. Di sinilah semangat kosmopolitan berpadu dengan akar tradisi lokal.

Program studi yang berkaitan dengan budaya dan pariwisata menjadi sorotan tersendiri. Dengan lahirnya pariwisata modern Bali pada dekade 1970-an, Universitas Udayana memainkan peran penting dalam melahirkan ahli-ahli pariwisata, peneliti budaya, serta pakar linguistik yang mampu menjelaskan, melestarikan, sekaligus mempromosikan kekayaan Bali ke dunia internasional.

Seiring berjalannya waktu, Universitas Udayana tumbuh pesat. Dari hanya satu fakultas pada awal berdirinya, kini Universitas Udayana memiliki lebih dari selusin fakultas yang mencakup ilmu kedokteran, hukum, teknik, pertanian, ekonomi, hingga kedokteran hewan.

Ribuan sarjana lahir dari kampus ini, banyak di antaranya yang kemudian menjadi pemimpin daerah, peneliti, birokrat, dokter, dan wirausahawan sukses.

Universitas Udayana juga terkenal sebagai pelopor riset-riset tentang pariwisata berkelanjutan. Topik ini menjadi krusial mengingat Bali adalah salah satu destinasi wisata dunia, namun juga menghadapi ancaman kerusakan lingkungan, urbanisasi, dan komersialisasi budaya.

Para peneliti Udayana berperan besar dalam menyuarakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian budaya.

Dari kacamata sejarah, berdirinya Universitas Udayana bisa dipandang sebagai salah satu titik balik atau turning point dalam perjalanan pendidikan Indonesia bagian timur. Ini adalah representasi dari semangat otonomi intelektual daerah, sekaligus bukti bahwa bangsa Indonesia bertekad menjadikan pendidikan tinggi sebagai pilar utama pembangunan.

Bagi Bali sendiri, Universitas Udayana adalah simbol kebangkitan. Sebagaimana raja Udayana Warmadewa di abad ke-10 membawa kejayaan politik dan budaya, Universitas Udayana pada abad ke-20 membawa kejayaan intelektual dan pendidikan.

Lebih dari 60 tahun sejak peresmian, Universitas Udayana tetap menjadi jantung pendidikan di Bali. Dengan puluhan ribu mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia dan luar negeri, Universitas Udayana tidak hanya melanjutkan misinya sebagai universitas negeri, tetapi juga menjadi pusat dialog lintas budaya.

Universitas Udayana adalah contoh akan keberanian sebuah daerah untuk bermimpi memiliki universitas sendiri, Ketekunan tokoh-tokoh yang memperjuangkannya, serta dedikasi ribuan dosen dan mahasiswa yang menjadikannya hidup hingga kini.

Harfi Admiral

1 komentar untuk “[1D1H] 29 September, Berdirinya Universitas Negeri Pertama di Pulau Bali”

  1. Pingback: [1D1H] 30 September, Penobatan Sulaiman I Sang Penguasa Agung Ottoman – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top