Seminar Sehari Bersama Esha Tegar Putra: “Hantu Padang” di Antara Jalan Panjang Hingga Perantauan Ulang-Alik

Sesi foto bersama Esha Tegar Putra setelah bincang buku “Hantu Padang” di ruang seminar FIB Unand. Foto: Rasinesia/Kurnia Maesaroh

 

JAKARTA – Kamis, 28 Agustus 2025 Himpunan Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas mengadakan “Seminar Sehari ” untuk mendiskusikan buku puisi terbarunya yang berjudul Hantu Padang

Hantu Padang merupakan kumpulan puisi karya Esha Tegar Putra yang baru-baru ini meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 yang dihelat oleh Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia (YRKI).

Sebuah pencapaian terbaru bagi penyair asal Sumatera Barat di kancah nasional, dimana sebelumnya kumpulan puisi karya Muhaimin Nurrizqy berjudul Selamat Malam, Kawan! dan kumpulan puisi Heru Joni Putra berjudul Suatu Hari di Batas Ilmu Pengetahuan secara berurut meraih Juara 1 dan Juara 2 pada ajang Sayembara Manuskrip Puisi 2023 yang dihelat oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Kegiatan “Seminar Sehari Bersama Esha Tegar Putra” yang diikuti oleh lintas jurusan di Fakultas Ilmu Budaya itu didukung penuh oleh Jurusan Sastra Indonesia. Terlebih, Esha juga merupakan alumni jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas angkatan 2005. Esha pulang ke “rumah” membawa “kado” yang patut dirayakan bersama.

Jalan Panjang Hantu Padang

Ketika bercerita kepada peserta seminar di ruang seminar FIB, Esha mengungkapkan bahwa ia menyelesaikan buku himpunan puisi Hantu Padang selama 8 Tahun.

Ia seperti berjalan pelan, merawat ingatan tentang rumah yang intim, tentang kota Padang, hingga membicarakan tentang hal yang bersifat sentimetil dan personal, tetapi dapat dirasakan keterhubungannya oleh banyak pembaca.

Di akhir sesi bercerita, Esha mengatakan, “saya menganggap, proses menulis tentang kota sebagai tanggungan yang harus dikerjakan seorang penulis yang ‘tumbuh’ di kota itu”.

Esha juga mengungkapkan arti sebenarnya dari ‘Hantu’ yang menjadi judul pada buku Hantu Padang yang ia tulis. Ketika menulis Hantu Padang, ia ‘mengalami’ pengalaman dan perjalanan pada keterikatan di dua kota sekaligus pada rentang tahun 2013—2015, ketika sedang melakukan “perantauan ulang-alik” Padang—Jakarta. Keluarganya ada di Padang, sementara Esha harus mencari peruntungan di Jakarta.

Hantu Padang di Antara Perantauan Ulang-Alik

Perantauan ulang-alik, bagi Esha, berarti si perantau tak dapat memastikan kapan ia ada di suatu kota dan kapan ia berada di kota lain. Sebagaimana Esha yang tak dapat memastikan kapan ia berada di Padang dan kapan berada di Jakarta.

Selain itu, makna lain ‘Hantu’ yang menjadi judul Hantu Padang juga dapat diartikan sebagai posisi, atau barangkali juga hal lain, yang membuat keberadaan Esha tak bisa diperkirakan.

Ketika tubuh Esha di satu kota, tapi pikirannya terbelah di antara dua kota. Seolah ada peristiwa tarik menarik antara pikiran dan tubuh. Ketika tubuh berada di Padang, pikiran secara langsung membandingkan sesuatu yang ada di Jakarta, begitu pula jika Esha berada di Jakarta.

“Seminar Sehari Bersama Esha Tegar Putra” dengan pembicaraan dan diskusi yang hangat, setidaknya dapat menjadi pelecut semangat generasi muda penulis untuk terus menulis dan meraih mimpi lewat tulisan-tulisan.

Ini tentulah momen berharga. Ketika Esha “pulang” ke “rumah”, ia tak sekadar pulang dengan membawa baju selehai di badan dari perantauan. Tetapi, ia membawa cerita-cerita baik, kabar-kabar baik dan buruk dari ibu kota, kisah tentang rindu rumah, dan melihat bagaimana dunia bekerja dengan caranya yang tak dapat diduga oleh manusia.

Kurnia Maesaroh

1 komentar untuk “Seminar Sehari Bersama Esha Tegar Putra: “Hantu Padang” di Antara Jalan Panjang Hingga Perantauan Ulang-Alik”

  1. Pingback: Pemerintah Belanda Sepakat Lanjutkan Repatriasi Benda Budaya Indonesia – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top