Hello Kitty dan Perjanjian Iblis: Fakta atau Sekadar Urban Legend?

Misteri Hello Kitty dan perjanjian iblis. Foto: Amino

 

JAKARTA – Hello Kitty adalah salah satu ikon global dalam budaya pop, karakter kucing putih tanpa mulut yang merepresentasikan gaya kawaii khas Jepang.

Sejak diluncurkan oleh Sanrio di tahun 1974, ia telah muncul di berbagai produk, mulai dari mainan hingga kolaborasi fesyen internasional.

Namun, di balik citranya yang lucu, tersebar urban legend yang menyeramkan. Konon, Hello Kitty diciptakan melalui perjanjian dengan iblis sebagai usaha seorang ibu menyelamatkan anaknya yang sakit.

Dari boneka imut ke mitos mencekam

Cerita ini sering diperkuat dengan klaim bahwa karakter ini tidak memiliki mulut sebagai simbol mistis atau pertanda gelap.

Namun, kisah ini agaknya memang lebih tepat dilabeli sebagai urban legend, bukan sejarah. Seperti yang dijelaskan oleh John Harold Brunvand, seorang folklorist atau yang lebih dikenal sebagai “bapak legenda urban” yang mengatakan, bahwa urban legend sering kali bertahan bukan karena kebenarannya, melainkan karena daya tarik ceritanya yang memenuhi rasa takut, penasaran, atau hiburan masyarakat (Brunvand, 2001).

Hal itu menunjukkan bahwa rumor perjanjian iblis Hello Kitty lebih layak dianggap sebagai bagian dari cerita rakyat modern daripada fakta.

Dengan pendekatan ini, kita akan membedah asal-usul mitos tersebut dan membantahnya secara rasional bahwa Hello Kitty adalah produk budaya pop, bukan entitas mistis!

Asal-usul mitos perjanjian dengan iblis

Cerita tentang Hello Kitty sebagai hasil perjanjian dengan iblis muncul pertama kali pada akhir tahun 1990-an dan menyebar luas di internet.

Versi paling populer dari urban legend ini menyebutkan bahwa pencipta Hello Kitty adalah seorang ibu yang anaknya menderita kanker mulut.

Dalam kisah itu, sang ibu disebut membuat perjanjian dengan iblis: jika anaknya sembuh, ia akan menciptakan karakter sebagai simbol penghormatan. Hello Kitty kemudian digambarkan tanpa mulut sebagai tanda pengingat akan penyakit tersebut.

Rumor ini menyebar cepat karena memanfaatkan dua elemen yang sangat kuat: ketenaran karakter Hello Kitty dan rasa takut masyarakat terhadap hal gaib. Apalagi, bentuk Hello Kitty yang sederhana dengan wajah tanpa ekspresi, sering ditafsirkan secara bebas.

Bagi sebagian orang, ketiadaan mulut ini dianggap “aneh” dan memperkuat keyakinan bahwa ada makna mistis di balik desainnya.

Namun, jika ditelusuri, tidak ada bukti sejarah maupun pernyataan resmi dari Sanrio yang mendukung kisah ini. Justru, pihak Sanrio pernah menegaskan bahwa Hello Kitty tidak memiliki mulut agar setiap orang bisa memproyeksikan perasaannya sendiri pada karakter tersebut.

Dengan demikian, Hello Kitty bisa “ikut senang” ketika penggemarnya bahagia, dan “ikut sedih” ketika mereka berduka.

Seperti yang dijelaskan oleh Brunvand bahwa urban legend sering kali lahir dari kombinasi antara ketakutan kolektif dan imajinasi publik, kemudian diwariskan dari mulut ke mulut atau melalui media popular.

Dengan kata lain, kisah perjanjian iblis Hello Kitty adalah produk imajinasi sosial, bukan kenyataan sejarah.

Membantah dengan Fakta

Jika ditelusuri lebih jauh, kisah perjanjian dengan iblis sama sekali tidak memiliki dasar historis. Hello Kitty diciptakan oleh desainer Sanrio bernama Yuko Shimizu pada tahun 1974.

Karakter ini awalnya hadir di sebuah dompet kecil yang dijual di Jepang dan langsung populer. Tidak ada catatan resmi yang mengaitkan Shimizu atau Sanrio dengan kisah mistis seperti yang beredar dalam urban legend.

Sanrio sendiri pernah memberikan penjelasan mengenai desain unik Hello Kitty, terutama soal wajahnya yang tanpa mulut.

Menurut pihak Sanrio dalam sebuah wawancara yang dikutip dari Snopes, Hello Kitty tidak memiliki mulut karena mereka ingin dia berbicara dari hati. Dia adalah teman imajinatif yang bisa mengekspresikan perasaan setiap orang, bukan dengan kata-kata tapi dengan emosi.

Dengan penjelasan ini, jelas bahwa Hello Kitty adalah hasil strategi desain yang bertujuan menciptakan kedekatan emosional dengan penggemar, bukan simbol dari perjanjian gelap. Kisah horor yang menyertainya hanyalah hasil tafsir bebas yang kemudian dilebih-lebihkan.

Kenapa Mitos Seperti Ini Bisa Lahir?

Mitos tentang Hello Kitty dan perjanjian dengan iblis lahir dari perpaduan antara pop culture dan imajinasi publik. Ketika sebuah karakter menjadi sangat popular, masyarakat sering mencari makna tersembunyi di baliknya.

Hello Kitty dengan wajah polos tanpa mulut dianggap “misterius” sehingga mudah diproyeksikan sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar karakter imut.

Fenomena ini sejalan dengan teori urban legend yang menyebutkan bahwa cerita semacam ini muncul untuk memenuhi kebutuhan psikologis kolektif, baik untuk hiburan, rasa takut, atau sekadar menjelaskan sesuatu yang dianggap “aneh” (Brunvand, 2001).

Selain itu, internet berperan besar dalam memperkuat penyebaran mitos ini. Sejak akhir 1990-an, rumor tentang Hello Kitty menyebar melalui forum daring, blog, dan media sosial.

Di era digital, cerita horor seperti ini lebih cepat dipercaya karena mudah dibagikan dan diperkuat oleh komentar orang lain, meskipun tanpa bukti nyata.

Dengan demikian, mitos Hello Kitty bukanlah cerita nyata, melainkan cerminan dari cara masyarakat menciptakan narasi untuk mengimbangi popularitas sebuah ikon global.

Hello Kitty sebagai Ikon Budaya Pop Dunia

Hello Kitty adalah contoh bagaimana sebuah karakter sederhana bisa menjadi ikon dunia. Popularitasnya melampaui batas usia, gender, maupun negara, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, dari Jepang hingga seluruh dunia.

Justru karena ketenarannya inilah ia menjadi sasaran berbagai tafsir, termasuk mitos gelap tentang perjanjian dengan iblis.

Namun, jika dilihat dari fakta sejarah, jelas bahwa rumor tersebut hanyalah urban legend. Tidak ada bukti bahwa Hello Kitty tercipta dari ritual mistis. Sebaliknya, ia adalah hasil dari kreativitas desainer Sanrio dan strategi branding yang cerdas. Karakter ini dibuat untuk mewakili nilai universal: kehangatan, kebahagiaan, dan imajinasi.

Seperti dikatakan Brunvand (2001), bahwa urban legend lebih banyak berbicara tentang masyarakat yang menciptakannya daripada tentang objek yang diceritakan.

Artinya, mitos tentang Hello Kitty lebih merefleksikan rasa ingin tahu, ketakutan, dan budaya populer masyarakat modern bukan realitas penciptaannya.

Akhirnya, kisah Hello Kitty menunjukkan kepada kita bahwa di balik setiap rumor gelap, selalu ada kesempatan untuk memahami bagaimana budaya populer bekerja: menghibur, memicu imajinasi, sekaligus menciptakan narasi yang tak selalu sesuai kenyataan.

Yogi Pranditia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top