[1D1H] 9 September, Sejarah Indomie dan Mie Instan Indonesia yang Mengubah Pola Makan Dunia

Ilustrasi Indomie. Foto: Istimewa

JAKARTA – Di sebuah pabrik sederhana di Jakarta pada 9 September 1970, sebuah produk baru mulai diperkenalkan ke pasar Indonesia bernama Indomie. Mi kering sederhana berwarna kuning pucat yang dibungkus plastik tipis dengan merek yang belum dikenal orang banyak.

Tak seorang pun membayangkan, produk yang diluncurkan hari itu akan tumbuh menjadi ikon kuliner bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di puluhan negara di dunia. Indomie bukan sekadar makanan instan. Ia adalah bagian dari identitas, nostalgia, bahkan simbol globalisasi dari dapur kecil Nusantara.

Mi sendiri bukan hal asing di Indonesia. Jauh sebelum ada mi instan, masyarakat sudah mengenal mi yang dibawa oleh pedagang Tiongkok sejak abad ke-19. Namun pada tahun 1960-an, mi instan mulai masuk ke Asia, terutama setelah Jepang memperkenalkan ramen instan lewat produk Nissin pada tahun 1958.

Indonesia yang saat itu tengah membangun diri pasca kemerdekaan menghadapi masalah besar dalam hal kebutuhan pangan. Pertumbuhan penduduk yang cepat, keterbatasan beras, dan kondisi ekonomi yang tidak stabil, mendorong pemerintah serta industri untuk mencari alternatif pangan yang murah, mudah dibuat, dan cepat dikonsumsi.

Dari sinilah lahir gagasan untuk memproduksi mi instan lokal. PT Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd, cikal bakal produsen Indomie meluncurkan produk pertamanya pada 9 September 1970 dengan varian Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam.

Indomie perdana ini bukanlah mi goreng yang kita kenal sekarang. Varian pertama justru berbentuk mi kuah dengan rasa kaldu ayam. Rasanya sederhana, teksturnya ringan, tapi langsung disukai masyarakat.

Alasan utamanya tentu kepraktisan. Dalam lima menit, siapa pun bisa mendapatkan semangkuk mi hangat tanpa perlu repot. Hanya perlu air panas, bumbu bubuk, sedikit minyak, dan mi kering. Mi siap untuk disantap.

Di masa ketika memasak masih membutuhkan arang, minyak kelapa, dan tenaga besar, mi instan hadir sebagai solusi modern.

Dari kaldu ayam ke mi goreng

Kesuksesan Indomie tidak berhenti di situ. Pada tahun 1982, Indomie merilis varian yang kelak menjadi fenomena global, yaitu Indomie Mi Goreng. Ide ini sederhana tapi brilian. Mengadaptasi budaya makan mi di Indonesia yang sering digoreng dengan kecap manis, bawang goreng, dan cabai.

Inovasi ini langsung meledak. Indomie Mi Goreng bukan hanya disukai masyarakat Indonesia, tapi juga dengan cepat menjadi favorit di luar negeri. Kombinasi gurih, manis, pedas, dan harum bawang goreng membuatnya berbeda dari mi instan negara lain.

Hari ini, lebih dari 30 varian Indomie telah diproduksi, mulai dari rasa khas nusantara seperti Soto, Rendang, Ayam Bawang, Kari Ayam, hingga rasa internasional seperti Beef BBQ.

Di Indonesia, Indomie bukan sekadar makanan. Ia adalah “penyelamat” di akhir bulan bagi mahasiswa, “teman lembur” bagi pekerja malam, bahkan “obat kangen rumah” bagi perantau.

Setiap orang punya cerita dengan Indomie. Ada yang mengingat masa kecil ditemani Indomie saat hujan deras. Ada yang mengingat Indomie sebagai makanan darurat ketika uang saku menipis. Ada pula yang mengenang Indomie Mi Goreng pertama kali dimasak oleh ibu kos dengan tambahan telur ceplok, menjadi simbol hangatnya solidaritas di perantauan.

Baca Selengkapnya: [1D1H] 8 September, Harvard dan Jejak Awal Universitas Tertua Amerika

Indomie bahkan menjadi “bahasa” universal. Di Papua, di Jawa, di Kalimantan, atau di kota-kota besar dunia seperti Lagos dan Sydney, menyebut “Indomie” berarti mi instan. Ia bukan hanya merek, tapi sudah menjadi kata benda.

Dari Lagos ke Los Angeles

Tak lama setelah sukses di Indonesia, Indomie mulai menembus pasar internasional. Salah satu langkah terbesar terjadi pada 1988 ketika pabrik Indomie pertama di luar negeri dibangun di Nigeria.

Di sana, Indomie menjelma menjadi makanan pokok kedua setelah nasi dan roti. Begitu populernya, hingga kata “Indomie” di Nigeria berarti mi instan secara umum, sama seperti di Indonesia.

Hari ini, Indomie dijual di lebih dari 80 negara. Dari Timur Tengah hingga Afrika, dari Asia Tenggara hingga Eropa, Indomie bukan hanya ekspor kuliner, tapi juga ekspor budaya.

Mahasiswa internasional sering kali mengenal Indonesia pertama kali melalui bungkus Indomie di rak supermarket.

Indomie tidak hanya hadir di meja makan, tetapi juga merambah budaya populer. Meme internet tentang “Indomie rasa indomie” menjadi viral. Komunitas diaspora Indonesia di luar negeri sering mengunggah foto mereka menimbun Indomie di koper sebelum kembali ke luar negeri.

Bahkan ada kafe dan restoran di berbagai kota besar dunia yang menyajikan Indomie dengan sentuhan modern seperti dicampur keju, dimasak seperti ramen, atau dijadikan bahan dasar burger.

Indomie juga kerap disebut dalam musik, film, dan stand-up comedy, menegaskan statusnya bukan hanya sebagai makanan, tetapi ikon pop culture.

Indomie dan jejak sejarahnya

Lebih dari 50 tahun setelah diluncurkan, Indomie tetap bertahan sebagai pemimpin pasar. Ia melampaui sekadar merek makanan dan menjadi simbol ketahanan budaya Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi.

Dari bungkus pertamanya yang sederhana di tahun 1970 hingga rak-rak supermarket internasional hari ini, Indomie membawa cerita tentang kreativitas, adaptasi, dan identitas.

Dan setiap kali seseorang membuka bungkus Indomie, menuangkan bumbu ke dalam mangkuk, lalu mencampurnya dengan mi hangat, mereka sesungguhnya sedang menyambung warisan sejarah panjang, sebuah tradisi kuliner yang dimulai pada 9 September 1970.

Harfi Admiral

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top