Bagi Masyarakat Toraja Kematian Adalah Sesuatu yang Perlu Dirayakan

Tau-tau merupakan patung kayu yang wajahnya diukir menyerupai orang yang telah mati. Foto: Rasinesia/Rega Maulana

JAKARTA – Di kebudayaan masyarakat Toraja, bagi mereka kematian bukanlah akhir. Mereka beranggapan bahwa kematian adalah perjalanan panjang menuju Puya—dunia arwah yang jadi tujuan terakhir setiap manusia.

Oleh karena itu, upacara pemakaman di Toraja sering terlihat megah dengan banyaknya rangkaian kegiatan. Bahkan cara mereka menguburkan orang yang meninggal pun terlihat berbeda dengan kebudayaan lain.

Kebudayaan masyarakat Toraja mengistirahatkan orang yang sudah mati di dinding-dinding tebing. Tebing batu kapur itu dibentuk hingga membentuk liang atau petinya digantung pada dinding tebing yang sudah dipahat, sehingga membentuk semacam gua kecil yang cukup besar untuk menaruh peti jenazah.

Di depan liang, biasanya terdapat tau-tau—patung kayu yang wajahnya diukir menyerupai orang yang telah mati. Tau-tau berdiri di balkon kecil di tebing, seolah menjadi pintu pembatas yang terasa mistis antara dunia nyata dan alam gaib. Semakin megah tau-tau yang dibuat, semakin tinggi pula martabat keluarga yang mengantarkannya.

Bagian menariknya, proses menuju pemakaman ini tidaklah instan. Tubuh yang telah wafat bisa disimpan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di rumah adat yang disebut Tongkonan.

Selama itu pula, keluarga akan merawat jenazah, menganggapnya belum benar-benar meninggal, tetapi hanya “sakit” atau “tidur”. Biasanya mereka menunggu semua kerabat datang hingga dana yang dibutuhkan terkumpul karena upacara pemakaman rambu solo bukan acara kecil-kecilan.

Upacara ini merupakan pesta besar yang bisa berlangsung berhari-hari, lengkap dengan musik, tarian, dan penyembelihan kerbau. Setelah upacara rambu solo dilaksanakan, jenazah akan diarak dan diantar ke lakkian atau wilayah pemakan yang terletak di dinding tebing.

Baca Selengkapnya: Emu War, Kekalahan Tentara Australia Menghadapi Kawanan Unggas

Mengubur mayat di tebing bukan hanya soal tradisi karena tebing dianggap tempat yang suci, sehingga bisa lebih mendekatkan arwah dengan leluhur dan langit. Selain itu, alasan lainnya peti yang berada di dinding tebing akan lebih aman dari banjir atau hewan buas.

Saat berkunjung ke Toraja, tebing-tebing pemakaman ini dapat ditemukan di Londa dan Lemo. Pemakaman ini tak hanya sakral bagi masyarakat Toraja, tetapi juga dapat menggali rasa penasaran wisatawan yang datang.

Dari deretan tau-tau yang berdiri kaku, patung tersebut seolah memandang dunia dengan tatapan yang tak bisa kita baca sebagai makhluk hidup. Di hadapannya, waktu terasa membeku. Sunyi yang terasa makin berat mengisyaratkan seluruh dinding tebing yang menampung mayat sekaligus menampung telan bisikan orang-orang yang pernah hidup.

Di Toraja, kematian tidak pernah benar-benar menghapus keberadaan seseorang. Mereka hanya berpindah posisi menuju tempat yang lebih dekat dengan langit.

Rega Maulana

1 komentar untuk “Bagi Masyarakat Toraja Kematian Adalah Sesuatu yang Perlu Dirayakan”

  1. Pingback: Kedutaan Besar India dan Indoindians Gelar Diwali Bazaar 2025: Perayaan Cahaya, Budaya, dan Persahabatan India–Indonesia – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top