Mengatasi Masalah Sampah Organik Lewat Pengolahan Limbah Sederhana Menjadi Eco Enzyme

limbah sampah organik dapat dibuat menjadi eco enzyme di rumah. Foto: Sustaination

JAKARTA – Bayangkan ketika kamu sedang berbelanja di pasar dan melihat tumpukan sisa sayuran di sudut pasar. Bukan hanya tak sedap dipandang, aroma tak mengenakkan itu juga dapat mengundang lalat, tikus, dan kecoa untuk berpesta.

Namun, masalahnya jauh lebih dalam dari sekadar gangguan visual dan bau. Tanpa kita sadari, tumpukan sampah organik yang dianggap sepele ini menyimpan potensi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan kita.

Banyak yang berpikir sampah organik akan terurai dengan sendirinya. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, tetapi proses penguraian di tempat pembuangan terbuka (TPA) justru menciptakan masalah baru.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Indonesia masih memiliki 21,67 juta ton sampah yang belum terkelola dengan baik setiap tahunnya. Sebagian besar berakhir di TPA dengan metode open dumping atau dibuang dan dibiarkan menumpuk begitu saja.

Ragam masalah sampah

Praktik inilah yang menjadi akar dari berbagai masalah sampah seperti menghasilkan gas rumah kaca. Sebuah riset dari Jurnal Bengawan Solo 2023 menyoroti bahwa tumpukan sampah organik yang menggunung akan mengalami dekomposisi anaerobik (tanpa oksigen).

Proses ini melepaskan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dua gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim.

Emisi gas dari tumpukan sampah organik di perkotaan dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan pada penduduk sekitar.

Tak hanya gas rumah kaca, sampah-sampah tersebut juga dapat mencemari air tanah dengan cairan beracun. Sampah yang membusuk menghasilkan cairan hitam berbau busuk dan beracun yang disebut air lindi (leachate).

Cairan beracun ini bisa meresap ke dalam tanah, mencemari sumber air, dan membuatnya tidak layak minum.

Setelah itu, risiko masalah kesehatan pun muncul. Tumpukan sampah basah menjadi tempat berkembang biak yang sempurna bagi vektor penyakit seperti lalat, tikus, belatung, dll.

Dikutip dari jurnal Jurnal Lingkungan Hidup Indonesia 2022, vektor penyakit tersebut dapat menyebarkan penyakit menular seperti diare, demam berdarah, dan leptospirosis.

Selain  itu,  penumpukan  sampah  organik  juga  dapat  memicu penyakit  kulit dan infeksi saluran pernapasan.

Dari sampah menjadi solusi

Melihat dampak buruknya, jelas kita tidak bisa lagi menyepelekan sampah organik. Penting bagi kita untuk mengetahui cara menanggulangi sampah.

Salah satu cara kerennya adalah mengolah sampah menjadi eco enzyme. Lewat cara ini, sisa buah dan sayuran yang tadinya cuma jadi sampah bisa diubah jadi cairan serbaguna yang ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya: Membincangkan Kelindan Industri Minyak Sawit, HIMASEKTA Universitas Andalas Sukses Selenggarakan Bedah dan Diseminasi Buku Serta Lomba Tingkat Nasional

Eco enzyme adalah cairan serbaguna yang dibuat dari fermentasi limbah organik dapur, seperti sisa buah dan sayuran dengan campuran gula. Pertama kali ditemukan dan dikembangkan di Thailand oleh Dr. Rosukan Poompanvong.

Cairan ajaib ini mengubah sampah yang tadinya tak berguna menjadi larutan pembersih (lantai, piring, pakaian, hingga kloset), pupuk organik cair untuk tanaman, disinfektan alami untuk membersihkan sayuran dari pestisida, penjernih udara di dalam ruangan, bahkan dapat menjadi obat kumur.

Cara mudah membuat eco enzyme di rumah

Jika kamu ingin membuat eco enzyme di rumah, kamu dapat menyiapkan alat-alat berikut dan mengikuti cara-caranya:

Alat:

  • botol plastik ukuran 1 liter

  • pisau

  • spidol untuk menulis tanggal pembuatan dan tanggal panen

  • corong

  • timbangan.

Bahan:

  • 500 ml air

  • 50 gram gula merah/molase

  • 150 gram kulit buah/sayur (minimal dari 5 jenis buah/sayur).

Langkah-langkah pembuatan:

  1. masukkan 500 ml air ke dalam botol plastik dan 50 gram gula merah

  2. masukkan sisa kulit buah atau sayur ke dalam wadah (jangan isi sampai penuh karena untuk proses fermentasi)

  3. aduk perlahan isi wadah yang sudah terisi dengan larutan air dan gula

  4. buka tutup wadah setiap 3 hari selama 1 bulan pertama. Dalam 1 bulan pertama gas akan dihasilkan dari proses fermentasi

  5. simpan wadah ditempat dingin, kering, dan memiliki ventilasi udara (hindari sinar matahari langsung dan jangan disimpan di dalam kulkas)

  6. setelah 3 bulan, saring eco enzyme menggunakan kain kasa atau saringan dan eco enzyme sudah siap digunakan.

Mengolah sampah menjadi eco enzyme bukan hanya tentang membuat pembersih gratis. Ini adalah solusi sederhana untuk mengurangi beban TPA, menekan emisi gas metana, dan menjaga kebersihan air tanah.

Dengan  memanfaatkan sampah  organik  sebagai  sumber  energi  alternatif, kota-kota dapat mengurangi ketergantungan pada tempat pembuangan akhir (TPA) dan meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah.

Adela Damanik adalah mahasiswi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Minatnya pada dunia literasi ia wujudkan dengan aktif berkegiatan di UKMF Labor Penulisan Kreatif (LPK), tempatnya kini mendalami dunia  sastra dan kepenulisan.

Adela Damanik

1 komentar untuk “Mengatasi Masalah Sampah Organik Lewat Pengolahan Limbah Sederhana Menjadi Eco Enzyme”

  1. Pingback: Ketahui Sifat Ras Anjing Pomeranian Sebelum Adopsi – Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top