Alasan Liev Schreiber, Mayim Bialik, dan Debra Messing Tolak Boikot Film Israel Lewat Surat Terbuka Baru

Liev Schreiber, Mayim Bialik, dan Debra Messing. Foto: Variety

JAKARTA – Liev Schreiber, Mayim Bialik, dan Debra Messing termasuk di antara lebih dari 1.200 tokoh industri hiburan yang menandatangani surat terbuka baru untuk menolak seruan boikot terhadap institusi film Israel terkait perang di Gaza.

Dilansir dari Variety, surat tersebut dirilis pada Kamis (25/9/2025) oleh organisasi nirlaba Creative Community for Peace dan The Brigade, ditujukan kepada hampir 4.000 penandatangan janji boikot, termasuk Emma Stone dan Joaquin Phoenix, agar mempertimbangkan kembali sikap mereka.

Sejumlah nama besar lain yang ikut menandatangani surat terbuka ini antara lain Gene Simmons, Sharon Osbourne, Greg Berlanti, Jerry O’Connell, Howie Mandel, Jennifer Jason Leigh, Lisa Edelstein, Erin Foster, Anthony Edwards, Rebecca De Mornay, Sherry Lansing, hingga Haim Saban.

Dalam isi surat, para penandatangan menegaskan, “Kami tahu kekuatan film. Kami tahu kekuatan cerita. Itu sebabnya kami tidak bisa diam ketika sebuah cerita dijadikan senjata, ketika kebohongan dipoles sebagai keadilan, dan ketika seniman disesatkan untuk memperkuat propaganda antisemit.

Mereka menilai janji boikot yang diedarkan kelompok Film Workers for Palestine bukanlah tindakan moral, melainkan dokumen penuh misinformasi yang mendorong sensor sewenang-wenang dan penghapusan karya seni.

Janji boikot yang pertama kali dirilis pada 8 September menyatakan bahwa para penandatangan akan menolak bekerja sama dengan institusi dan perusahaan Israel yang dianggap “terlibat dalam genosida dan apartheid terhadap rakyat Palestina.”

Selain Stone dan Phoenix, daftar penandatangan janji boikot mencakup Yorgos Lanthimos, Ava DuVernay, Adam McKay, Boots Riley, Olivia Colman, Ayo Edebiri, Lily Gladstone, Mark Ruffalo, Hannah Einbinder, Peter Sarsgaard, Aimee Lou Wood, Paapa Essiedu, Gael García Bernal, Riz Ahmed, Melissa Barrera, Cynthia Nixon, Tilda Swinton, Javier Bardem, Joe Alwyn, dan Josh O’Connor.

Namun, surat terbuka terbaru menyoroti bahwa meskipun ada seruan boikot, sebagian besar insan film dan televisi di Israel yang berhaluan progresif justru berani menentang pemerintahnya sendiri. Sebagai contoh, film The Sea yang mengisahkan seorang anak Palestina berjuang pergi ke pantai Tel Aviv, baru saja memenangkan penghargaan utama di Ophir Awards dan dipilih sebagai perwakilan Israel untuk kategori Film Internasional di Oscar. Keputusan itu bahkan membuat menteri olahraga dan kebudayaan Israel berjanji akan memotong pendanaan penghargaan tersebut.

Baca Selengkapnya: “The Voice of Hind Rajab”, Film Tentang Kematian Anak Gaza Pecahkan Rekor Tepuk Tangan 23 Menit di Venice Film Festival

Debra Messing menambahkan dalam pernyataannya: “Ketika seniman memboikot sesama seniman hanya karena asal negaranya, itu diskriminasi terang-terangan dan pengkhianatan terhadap peran kita sebagai pencerita. Sejarah menunjukkan bahwa boikot terhadap orang Yahudi sering kali menjadi alat rezim otoriter.”

Mayim Bialik juga menekankan, “Seniman memiliki tanggung jawab unik untuk mengingatkan dunia tentang kemanusiaan bersama kita. Boikot terhadap sineas, studio, dan individu hanya karena mereka orang Israel justru memperlebar jurang perpecahan dan memperkuat budaya marginalisasi. Janji boikot ini tidak membantu menghentikan perang di Gaza, tidak membawa pulang sandera, dan tidak mengurangi meningkatnya antisemitisme di dunia.”

Surat terbuka ini juga muncul setelah Paramount mengeluarkan pernyataan resmi pada 12 September yang mengecam seruan boikot tersebut. Kepala komunikasi Paramount, Melissa Zukerman, menyatakan, “Kami tidak setuju dengan upaya memboikot sineas Israel. Membungkam seniman hanya karena kewarganegaraannya tidak akan memajukan pemahaman atau perdamaian. Dunia hiburan seharusnya mendorong lebih banyak cerita dan ide, bukan sebaliknya.”

Di bagian akhir, surat itu menegaskan bahwa industri film Israel adalah ruang kolaborasi antara seniman Yahudi dan Palestina, di mana banyak karya kritis terhadap pemerintah justru lahir dari sana. Menurut para penandatangan, seruan boikot ini hanya akan menghapus suara-suara yang berbeda, melanggengkan kebohongan, serta menambah hambatan dalam upaya perdamaian.

“Biarkan seni berbicara dengan kebenaran utuh. Kami menyerukan kepada seluruh rekan di industri hiburan global untuk menolak boikot diskriminatif ini, karena hanya akan menambah jalan buntu menuju perdamaian,” tulis mereka.

Rasinesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top