
JAKARTA – Pada 30 September 1520, sebuah momen monumental terjadi di jantung Kekaisaran Ottoman. Di usia 26 tahun, seorang pemuda karismatik bernama Sulaiman bin Selim, putra Sultan Selim I, naik tahta sebagai Sultan ke-10 dari dinasti Ottoman.
Dunia tidak mengetahui saat itu bahwa dia akan dikenang sebagai penguasa paling gemilang dalam sejarah kekhalifahan, Sulaiman I, atau Sulaiman the Magnificent.
Selama 46 tahun pemerintahannya, dia mengubah Ottoman dari kerajaan regional menjadi imperium superpower yang kekuasaannya membentang dari Eropa Tengah hingga Teluk Persia dan dari Afrika Utara hingga Samudra Hindia. Dinobatkannya pada akhir September 1520 bukan hanya pergantian kepemimpinan, itu adalah awal dari era keemasan.
Sulaiman lahir pada 6 November 1494 di Trabzon, wilayah pesisir Laut Hitam. Ayahnya, Selim I, dikenal sebagai penguasa kejam namun efektif dalam memperluas kekuasaan Ottoman ke Mesir dan Levant. Dari kecil, Sulaiman sudah ditempa dalam seni perang, ilmu pengetahuan, dan hukum Islam.
Sulaiman tumbuh sebagai pemuda cerdas dengan ketertarikan mendalam pada filsafat, puisi, hingga arsitektur. Tidak hanya itu, dia juga mewarisi ambisi besar dari ayahnya. Ketika Selim I wafat pada 22 September 1520, jalan menuju tahta terbuka. Seminggu kemudian, Sulaiman resmi dinobatkan, menandai babak baru dalam sejarah dunia.
Sebagai Sultan, Sulaiman tidak hanya mewarisi kekuasaan luas, tetapi juga tantangan berat. Kekaisaran Ottoman berhadapan dengan kerajaan Kristen Eropa, kekuatan Persia Safawi, serta persaingan dagang yang makin kompleks. Namun, Sulaiman menjawab tantangan itu dengan gaya kepemimpinan yang brilian.
Julukannya, “Kanuni” atau “Sang Pemberi Hukum”, lahir dari reformasi hukum besar-besaran yang dilakukannya. Sulaiman menyelaraskan hukum Islam (Syariah) dengan hukum adat (Kanun), menciptakan sistem hukum yang adil dan efisien. Sistem itu memberi stabilitas bagi jutaan rakyat dari berbagai etnis dan agama yang hidup di bawah bendera Ottoman.
Di Eropa, dia mendapat julukan “The Magnificent” karena kejayaan budaya, militer, dan ekonomi yang mewarnai masa pemerintahannya.
Sulaiman juga dikenal sebagai panglima perang ulung. Dia memimpin 13 kampanye militer besar, memperluas wilayah Ottoman hingga mencapai puncak geografisnya.
Pada 1521 Sulaiman memimpin Penaklukan Beograd. Langkah pertamanya adalah merebut Beograd dari Kerajaan Hungaria. Dengan kemenangan ini, gerbang Eropa Tengah terbuka lebar.
Sulaiman menggempur Knights Hospitaller di Pulau Rodos pada 1522. Setelah pengepungan brutal selama berbulan-bulan, pulau itu jatuh ke tangan Ottoman, memperkuat posisi mereka di Mediterania Timur.
Pertempuran Mohacs pada 1526 adalah salah satu kemenangannya yang paling terkenal. Pasukan Ottoman menghancurkan tentara Hungaria hanya dalam waktu dua jam. Raja Hungaria, Louis II, tewas, dan Hungaria pun jatuh ke dalam pengaruh Ottoman.
Dengan penuh percaya diri, Sulaiman mengirim pasukan ke jantung Eropa pada 1529. Meski pengepungan Wina gagal karena cuaca buruk dan logistik, peristiwa ini menandai sejauh mana Ottoman mampu menekan Eropa Barat. Selain Eropa, Sulaiman juga melancarkan kampanye ke Safawi di Persia dan Afrika Utara.
Baca Selengkapnya: [1D1H] 29 September, Berdirinya Universitas Negeri Pertama di Pulau Bali
Kebesaran Sulaiman tidak dapat dilepaskan dari musuh-musuh besarnya. Di Eropa, Sulaiman berhadapan dengan Kaisar Romawi Suci, Charles V, dan saudaranya, Raja Ferdinand dari Austria. Perseteruan mereka membentuk dinamika geopolitik abad ke-16.
Di timur, Sulaiman bertarung melawan Shah Tahmasp I dari Dinasti Safawi. Pertempuran ini bukan sekadar soal wilayah, tetapi juga konflik ideologis antara Sunni (Ottoman) dan Syiah (Safawi).
Melalui serangkaian kampanye, Sulaiman berhasil memperkuat perbatasan timur dan mengamankan jalur perdagangan strategis.
Budaya, seni, dan arsitektur
Sulaiman bukan hanya penakluk, tetapi juga pelindung seni dan budaya. Masa pemerintahannya dikenal sebagai Zaman Keemasan Ottoman. Dia mendukung para penyair, kaligrafer, filsuf, hingga arsitek.
Salah satu tokoh paling legendaris adalah Mimar Sinan, arsitek yang membangun ratusan masjid, jembatan, dan istana. Masjid Suleymaniye di Istanbul yang selesai pada 1557 menjadi monumen kejayaan Sulaiman dan simbol kebesaran arsitektur Islam.
Dalam sastra, Sulaiman sendiri menulis puisi dengan nama pena “Muhibbi”. Puisinya memadukan cinta, kerinduan, dan refleksi spiritual, menunjukkan sisi manusiawi seorang sultan yang dikenal sebagai raja perang.
Kehidupan pribadi Sulaiman juga penuh warna. Dia jatuh cinta pada Hurrem Sultan, seorang perempuan asal Ruthenia (sekarang Ukraina) yang sebelumnya adalah budak di istana. Berbeda dari tradisi Ottoman, Sulaiman menikahinya secara resmi.
Hurrem memainkan peran penting dalam politik istana. Pasangan ini dikenal karena kedekatannya dan dari rahim Hurrem lahirlah penerus tahta. Namun, kehadirannya juga memicu intrik dan konflik termasuk eksekusi tragis Mustafa, putra tertua Sulaiman dari selir lain yang dituduh berkhianat.
Meski dari tahun ke tahun Sulaiman semakin menua, ia tetap aktif memimpin perang. Kampanye terakhirnya adalah melawan Hungaria pada 1566. Dalam Pengepungan Szigetvar, sang Sultan wafat di usia 71 tahun. Namun, kematiannya dirahasiakan selama beberapa minggu agar pasukan tidak kehilangan moral di medan perang.
Jenazahnya kemudian dimakamkan di kompleks Masjid Suleymaniye di Istanbul di samping makam Hurrem Sultan.
Setelah kematiannya, Sulaiman I dikenang sebagai sultan terbesar dalam sejarah Ottoman. Di bawah kepemimpinannya, kekaisaran mencapai masa keemasannya. Mulai dari puncak wilayah terluas yang meliputi tiga benua, reformasi hukum yang memberi stabilitas, sampai ke zaman keemasan budaya dengan arsitektur dan seni yang megah.
Namun, dia juga meninggalkan paradoks. Meski kejayaannya besar, setelah wafatnya, Ottoman perlahan memasuki masa stagnasi. Pasukan militer yang kuat di masanya sulit dilanjutkan oleh penerusnya, sementara intrik istana semakin merusak stabilitas internal.
Dinobatkan dan diabadikan
Dinobatkannya Sulaiman I pada 30 September 1520 bukan hanya pergantian kepemimpinan biasa. Itu adalah titik awal dari salah satu era paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Dari Istanbul hingga Wina, dari Baghdad hingga Aljir, nama Sulaiman menggema sebagai penguasa yang disegani sekaligus ditakuti.
Sejarah mengenangnya dengan dua wajah. Sebagai Kanuni, sang legislator yang membawa keadilan dan sebagai “The Magnificent”, sang raja agung yang meninggalkan jejak keemasan dalam peradaban manusia.
Hingga kini, Sulaiman tetap menjadi simbol bagaimana kekuasaan, hukum, seni, dan ambisi bisa berpadu dalam diri satu penguasa yang membentuk kisah legendaris yang terus diceritakan dari generasi ke generasi.
Harfi Admiral
Pingback: [1D1H], 1 Oktober, Lahirnya Master Wing Chun dari Foshan – Rasinesia