
JAKARTA – Di sebuah kota kecil bernama Foshan, Tiongkok Selatan, pada 1 Oktober 1893 seorang bayi laki-laki lahir dalam keluarga kaya. Tak ada yang menduga bahwa puluhan tahun kemudian, namanya akan menggema jauh melampaui kampung halaman, melintasi lautan, hingga menjadi legenda seni bela diri dunia.
Namanya adalah Yip Man atau lebih dikenal dengan sebutan Ip Man, sosok yang kelak mengangkat seni bela diri Wing Chun dari gang-gang sempit Foshan ke panggung dunia.
Foshan di akhir abad ke-19 adalah kota makmur. Terletak di Delta Zhujiang atau Zhusanjiao atau disebut juga dengan Delta Sungai Mutiara di provinsi Guangdong, kota ini terkenal sebagai pusat keramik, perdagangan, dan seni.
Foshan juga dikenal sebagai tanah subur bagi berbagai aliran kungfu. Dari sana lahir tradisi bela diri yang menekankan efisiensi gerak, kekuatan tubuh, dan harmoni jiwa.
Di tengah kemewahan rumah keluarganya, Yip Man tumbuh dengan kenyamanan. Namun, takdir membawanya untuk menapaki jalur berbeda dari kebanyakan anak bangsawan Foshan, yaitu jalan bela diri.
Pada usia 13 tahun, Yip Man bertemu dengan Chan Wah shun, seorang guru Wing Chun terkenal. Di bawah bimbingannya, Yip mulai menekuni dasar-dasar seni bela diri ini. Namun Chan sudah tua dan hanya sempat melatihnya sebentar.
Sebelum wafat, Chan menitipkan murid mudanya kepada seorang senior bernama Ng Chung sok. Tak lama kemudian, Yip melanjutkan pendidikan ke Hong Kong dan di sanalah dia bertemu dengan Leung Bik, anak dari Leung Jan, salah satu master Wing Chun terbesar pada masa itu. Pertemuan ini menjadi titik balik bagi Yip.
Leung Bik melihat potensi luar biasa dalam diri pemuda itu. Dari dialah Yip belajar teknik Wing Chun tingkat tinggi yag lebih halus, lebih cepat, dan lebih strategis.
Wing Chun bukanlah kungfu megah dengan jurus indah atau gerakan teatrikal. Wing Chun lahir dari kebutuhan praktis untuk melawan dengan cepat, menghemat energi, dan menaklukkan lawan tanpa banyak gerakan.
Salah satu prinsip Wing Chun adalah menggunakan kekuatan lawan untuk melawan dirinya sendiri. Gerakan seperti Chi Sao (tangan lengket) melatih sensitivitas pergelangan tangan agar praktisi bisa merasakan arah serangan lawan bahkan sebelum mata melihatnya.
Yip Man menjadi penguasa sejati dalam seni ini. Dia bukan hanya ahli dalam teknik, tetapi juga mengerti filosofi yang mana bagi Yip Man, bela diri bukan sekadar soal mengalahkan, melainkan memahami ritme tubuh, mengendalikan ego, dan meraih keseimbangan.
Masa-masa perang dan kekacauan
Sejarah Tiongkok pada awal abad ke-20 penuh gejolak. Dinasti Qing runtuh, republik lahir, lalu datang pendudukan Jepang. Di tengah kekacauan itu, Yip Man tetap berlatih dan sesekali membantu pasukan melawan penjajah.
Namun kekayaan keluarganya perlahan memudar. Setelah Jepang pergi, perang saudara antara nasionalis dan komunis pecah. Yip Man yang dikenal sebagai perwira kepolisian dengan afiliasi pada kaum nasionalis harus melarikan diri.
Pada 1949 ketika Partai Komunis mengambil alih, Yip Man melarikan diri ke Hong Kong dengan hanya membawa tubuhnya, ilmunya, dan semangat Wing Chun.
Di Hong Kong, Yip Man memulai hidup dari nol. Dia sudah tua, kesehatan terganggu, dan kondisi ekonomi menekan. Untuk bertahan hidup, Yip Man mulai membuka kelas Wing Chun.
Awalnya, murid-muridnya hanyalah buruh pelabuhan, pekerja miskin, atau pemuda jalanan. Mereka berlatih di ruangan sempit dengan boneka kayu sebagai teman latihan dan dinding lembap yang menjadi saksi setiap pukulan.
Baca Selengkapnya: [1D1H] 30 September, Penobatan Sulaiman I Sang Penguasa Agung Ottoman
Namun kabar tentang Yip Man cepat menyebar. Keahliannya, ketenangan sikapnya, dan ketegasan tekniknya menarik banyak murid. Hingga akhirnya pada 1950-an, seorang remaja kurus bernama Bruce Lee datang untuk belajar.
Bruce Lee bukan murid paling lama Yip Man, tapi mungkin murid yang paling berpengaruh bagi penerus sang guru. Dari Yip Man, Bruce belajar dasar-dasar Wing Chun seperti struktur pukulan lurus, efisiensi gerakan, dan filosofi bertarung.
Meski Bruce kemudian mengembangkan alirannya sendiri (Jeet Kune Do), dia selalu mengakui pengaruh Wing Chun dalam membentuk dasar pemikirannya. Lewat Bruce Lee, nama Wing Chun dan tentu saja nama Yip Man terbang jauh ke Amerika dan dunia.
Bagi Yip Man, Wing Chun bukan hanya soal fisik. Dia mengajarkan murid-muridnya untuk menjaga disiplin, rendah hati, dan menghormati lawan. Dalam pandangannya, bela diri adalah seni menyeimbangkan tubuh dan pikiran.
Yip Man sering menekankan bahwa seni bela diri sejati bukan untuk menyerang, tetapi untuk bertahan, menjaga diri, dan melindungi yang lemah.
Yip Man mengajar Wing Chun hingga akhir hayatnya. Namun di usia tua, dia menghadapi penyakit kanker tenggorokan yang menggerogoti tubuhnya.
Meski sakit, Yip Man tetap berlatih dan mendemonstrasikan jurus-jurus Wing Chun. Pada 2 Desember 1972, Yip Man meninggal dunia di Hong Kong. Dia meninggalkan ribuan murid, rekaman jurus terakhirnya, dan sebuah tradisi bela diri yang kini dipraktikkan di seluruh dunia.
Lebih dari seabad setelah kelahirannya, Yip Man masih hidup dalam banyak bentuk. Film-film biografi yang dibintangi Donnie Yen berjudul Ip Man memperkenalkan sosoknya ke generasi baru. Dojo Wing Chun ada di hampir setiap kota besar dunia.
Di tanah kelahirannya di Foshan, patung Yip Man berdiri sebagai simbol kebanggaan lokal. Di Hong Kong, nama Yip Man dikenang sebagai guru yang mengangkat seni rakyat. Yip Man bukan sekadar pukulan atau jurus. Sebuah seni sederhana yang diajarkannya bisa bertahan melewati perang, migrasi, dan perubahan zaman. Tentang bagaimana seorang guru tua yang miskin bisa mengubah wajah bela diri dunia.
Wing Chun dalam filosofi Yip Man adalah tentang adaptasi. Gerakan itu lahir dari lorong-lorong sempit Foshan, dibawa ke pelabuhan Hong Kong, lalu menyebar ke Hollywood. Dan kini, Wing Chun diajarkan di ruang-ruang latihan modern dari Berlin hingga New York.
Harfi Admiral
Pingback: [1D1H] 2 Oktober, Hari Ketika Yerusalem Jatuh ke Tangan Shalahuddin al-Ayyubi – Rasinesia