
JAKARTA – Kamu mungkin pernah merasa bangga ketika melihat jumlah pengikut akun media sosialmu melonjak drastis. Rasanya ini seperti sebuah tanda bahwa brand atau bisnismu mulai dilirik banyak orang.
Tapi, begitu diperhatikan lebih dalam, engagement rate justru rendah, komentar jarang muncul, dan jumlah orang yang menyukai postinganmu pun bisa dihitung dengan jari.
Di sosial media seperti Instagram & TikTok, sering kita jumpai akun dengan followers sangat banyak, tapi interaksinya justru sedikit. Ini lah yang disebut dengan phantom followers.
Fenomena phantom followers memiliki pengikut yang banyak, tapi nyaris tidak pernah memberikan aktivitas atau interaksi nyata. Mereka membuat akun hanya “terlihat” ramai, padahal sebenarnya sepi.
Apa Itu phantom followers?
Phantom followers bisa berupa akun bot, akun palsu, atau ataupun akun nyata yang mungkin sudah lama tidak aktif. Mereka tidak pernah menyukai, mengomentari, apalagi membagikan kontenmu.
Menurut laporan dari HypeAuditor, hampir 45% akun Instagram di seluruh dunia dikategorikan tidak aktif atau berpotensi palsu. Artinya, jumlah pengikut besar yang dimiliki tidak selalu berarti audiensmu benar-benar “ada” dan aktif berinteraksi.
Kamu mungkin tidak sadar, tapi ada beberapa cara phantom followers bisa muncul di akun:
- Hasil pembelian followers — Umumnya berbentuk akun kosong atau bot yang hanya menambah angka, tanpa ada niat untuk berinteraksi.
- Akun spam — Yang mengikuti ribuan akun lain hanya untuk terlihat aktif atau mendapatkan pengikut balik.
- Pengguna yang sudah tidak aktif — Awalnya tertarik, tapi kini tidak lagi membuka media sosial atau mungkin sudah pindah minat ke akun lain.
Mengapa phantom followers bisa merugikan?
Sekilas, jumlah pengikut yang tinggi memang tampak menguntungkan. Tapi kalau kebanyakan hanyalah phantom followers, justru ada banyak risiko yang dihadapi oleh akun tersebut, seperti engagement rate yang turun drastis. Algoritma TikTok, Instagram, dan YouTube akan menilai kontenmu tidak menarik jika interaksinya rendah, sehingga jangkauan konten akan ikut merosot.
Baca Selengkapnya: Musim Kedua Serial “Fallout” Kolaborasi dengan Game “Fallout 76” Hadirkan Walton Goggins sebagai The Ghoul
Kemudian, data analitik jadi “menipu”. Insight yang tercampur akun pasif akan membuat kamu sulit memahami audiens sebenarnya, sehingga strategi konten bisa jadi salah arah.
Hal itu juga berimbas pada reputasi brand yang menjadi rusa Konsumen kini lebih cermat membaca data media sosial. Ketika melihat pengikut kamu besar tapi engagement rendah, mereka bisa curiga dan jadi memiliki pandangan negatif terhadap brand.
Langkah menghadapi phantom followers
Menghapus pengikut yang pasif secara total memang sulit, tapi kamu bisa mengurangi dampak negatifnya dengan beberapa cara berikut:
1. Lakukan audit: Gunakan alat seperti HypeAuditor atau Social Bladeuntuk memeriksa persentase pengikut palsu dan tidak aktif.
2. Buat konten yang memancing interaksi: Misalnya konten polling, sesi tanya-jawab, atau konten yang mengajak audiens membagikan pengalaman mereka sendiri.
3. Bangun pertumbuhan organik: Tumbuhkan audiens lewat kolaborasi dengan kreator lain, kampanye interaktif, dan strategi konten yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Phantom followers adalah pengingat bahwa angka besar tidak selalu berarti keberhasilan di sosial media. Dengan kata lain, yang paling penting bukan seberapa banyak followers-mu, melainkan seberapa “peduli” mereka terhadap konten yang kamu bagikan.
Jadi, jangan terjebak ilusi angka.
Fokuslah membangun komunitas yang (mungkin) lebih kecil, tapi aktif dan benar-benar bisa mendukung pertumbuhan akunmu.
Rasinesia
Pingback: Waspada! Malware Android Klopatra Berpura-Pura Menjadi VPN dan Bisa Curi Data Penting – Rasinesia