
JAKARTA – Program publik Ruang Rupa 25 diadakan di Gudskul Ecosystem, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada tanggal 20 September 2025.
Rangkaian kegiatan ini terdiri dari banyak acara dan pameran. Mulai dari pameran arsip 25 tahun Ruang Rupa, Open Lab: Sirkus (Situasi Luar Kampus), Panggilan Darurat: Reset, Perempuan di Masa Pendudukan Jepang, Bermain Arsip, Pasar Barter, serta banyak rangkaian acara lainnya.
Tim Rasinesia juga sempat mengikuti acara diskusi buku oleh Diskusi buku: Momoye Mereka Memanggilku Oleh Eka Hindra dan Koichi Kimura.
Diskusi ini membahas tentang buku yang berisi perjalanan hidup Mardiyem, seorang perempuan yang ditipu untuk menjadi seorang penyanyi tetapi malah dipaksa menjadi Ianfu di Banjarmasin.
Jugun ianfu merupakan istilah untuk wanita yang “dipaksa” melayani tentara Jepang pada wilayah koloni. Mereka awalnya diiming-imingi pekerjaan atau sekolah ke luar negeri tetapi harus berakhir di rumah bordil milik Jepang.
Pada diskusi ini juga banyak membahas refleksi sejarah pahit posisi perempuan dalam selama pendudukan Jepang. Militer Jepang yang memiliki kebutuhan untuk memenuhi hasrat biologis ikut menyeret perempuan ke dalam kecamuk perang.
Diskusi ini juga menyinggung tentang buku “Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer” karya Pramoedya A. Toer.

Dengan berbagai pengalaman pembicara yang mengunjungi banyak tempat di Indonesia dan berjumpa dengan perempuan penyintas menambah intensi topik yang dibicarakan.
Baca Selengkapnya: Qodir X Arya Novanda Menyuarakan Jeritan Jujur Dari Hati yang Dibungkam Lewat Single Terbaru “LOGILA!”
Pada forum tersebut juga dijelaskan bagaimana awalnya Jugun ianfu terbentuk, mulai dari China dan beberapa negara lainnya di Asia, termasuk Indonesia, Korea, dan beberapa wilayah di Asia Tenggara lainnya.
Tidak hanya diskusi, di Gudskul Ecosystem juga dipamerkan arsip-arsip yang berkaitan dengan peristiwa ini. Mulai dari jejak wawancara secara digital yang ditayangkan memakai televisi analog, buku yang membahas tragedi ini, sampai arsip dari Komnas HAM.
Diskusi ini tidak hanya menjadi refleksi sejarah kelam yang perlahan terkubur, juga mengingatkan bahwa masih banyak hutang negara terhadap tragedi kemanusiaan.
Rega Maulana