
JAKARTA – Aula Gedung D Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran pada Selasa, (30/9/2025), dipenuhi suasana antusias dalam acara Bedah Buku yang diselenggarakan oleh Sastra Indonesia dalam mata kuliah Proses Kreatif, menghadirkan dua penulis sekaligus: Lutfi Mardiansyah dan Arini Joesoef.
Acara dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama membahas kumpulan puisi Cermin Bercecabang. M. Irfan Hidayatullah, M.Hum., dosen Sastra Indonesia yang hadir sebagai narasumber menyebut puisi-puisi Lutfi lahir dari tiga konsep posisi: dari dalam diri yang bersifat ilosofis dan spiritual, eksplorasi lingkungan sekitar, dan puisi yang berbicara tentang “puisi di dalam puisi” atau tubuh puitik itu sendiri.
Lutfi bercerita bahwa awalnya buku ini berjudul Babel dan Bahasa Kedua. Satu bab rencananya membahas tema Borges, cermin, dan infinity, sementara bab lain berisi puisi dari pengalamannya dalam menerjemahkan teks.
Sebagai salah seorang penggemar Borges, Lutfi juga banyak terinspirasi dari karya-karya yang menyinggung cermin.
“Memang tidak selalu berbicara tentang cermin, tapi motif penulisan puisi itu sendiri, ada semacam aktivitas bercermin di situ,” ungkapnya kepada tim Rasinesia, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, sumber puisinya sangat dipengaruhi oleh “ruang”, dalam artian aktivitas sehari-hari penyair yang berlangsung dari subuh hingga kembali ke subuh. Lutfi juga banyak menghabiskan waktunya dengan menerjemahkan berbagai teks. Dari sanalah lahir puisi-puisinya yang intertekstual.
Sesi kedua berlanjut dengan bedah buku kumpulan cerpen Yusuf dan Sapi Betina karya Arini Joesoef. Dr. Muhammad Adji, M.Hum., yang menjadi narasumber menilai cerpen-cerpen Arini sarat alegori.
“Cerpen-cerpen Arini bersifat alegoris, hewan-hewan yang muncul di dalamnya berfungsi sebagai representasi atau simbol yang terkait dengan kehidupan sosial,” ujar Adji.
Ia bahkan mengaku sempat kaget karena mengira cerpen Arini berkaitan dengan Al-Qur’an. Namun, setelah membaca dan menelusuri setiap halaman, ternyata setiap cerita justru dibuka dengan kutipan dari Alkitab.
Hal ini sejalan dengan proses kreatif Arini dalam menulis kumpulan cerpen Yusuf dan Sapi Betina.
“Ketika hidup saya berubah, ketika hidup saya tidak baik-baik saja, yang banyak membantu saya adalah orang-orang yang katanya tidak beragama, tidak sholat, jarang beribadah, kemudian orang-orang yang katanya khafir,” ungkap Arini.
Baca Selengkapnya: Menelisik Ungkapan Populer “Sistem Kebut Semalam” di Kalangan Mahasiswa, Dari Budaya Belajar yang Serba Praktis Hingga Manajemen Waktu yang Buruk
Dari situlah ia mulai lebih banyak membaca Alkitab. Baginya, Alkitab menampilkan sisi manusiawi para nabi, sisi buruknya seorang nabi, sedangkan di dalam Al-Qur’an nabi adalah sosok yang sempurna tanpa cacat celah.
Dalam cerpen-cerpennya, Arini juga kerap mengangkat isu sosial. Mulai dari kejahatan di pertambangan hingga kisah tentang sebuah band yang pura-pura membela kaum tertindas. Inspirasi datang dari banyak hal: pengalaman pribadi, kehidupan sehari-hari, hingga kisah-kisah nabi.
Tak hanya bedah buku, acara ini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi dan cerpen dari karya kedua penulis yang dibacakan oleh mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.
Bedah buku ini tidak hanya memperlihatkan proses kreatif seorang cerpenis atau penyair, tetapi juga memberikan kita motivasi bagi mahasiswa untuk terus berkarya.
Lewat pengalaman Lutfi dan Arini, audiens diajak melihat bahwa karya sastra dapat lahir dari pergulatan batin dan aktivitas sehari-hari. Acara ini pun menjadi ruang inspiratif, di mana sastra bukan sekadar bacaan, melainkan cermin kehidupan yang dekat dengan kita semua.
Adela Damanik adalah mahasiswi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Minatnya pada dunia literasi ia wujudkan dengan aktif berkegiatan di UKMF Labor Penulisan Kreatif (LPK), tempatnya kini mendalami dunia sastra dan kepenulisan.
Adela Damanik
Pingback: Apakah Manusia Masih Dibutuhkan Untuk Menulis Jika Artificial Intelligence Dapat Melakukannya Dengan Lebih Praktis? – Rasinesia