
JAKARTA – Apakah kamu pernah melihat seseorang atau mungkin kamu pernah menulis sendiri di kolom komentar media sosial menggunakan istilah YTTA?
YTTA merupakan sebuah akronim yang mulai populer di media sosial sekitar tahun 2022 dan hingga kini masih sering digunakan oleh Gen Z dalam percakapan sehari-hari.
Menurut Kridalaksana, akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf, suku kata, atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata.
Pengertian akronim lebih rinci ialah singkatan yang berupa gabungan huruf, suku kata, atau bagian lain dari beberapa kata yang ditulis dan dilafalkan sebagai satu kata yang wajar. Akronim juga bisa disebut sebagai jenis kependekan kata atau frasa yang dibentuk dari gabungan huruf, suku kata, atau bagian kata lain dari deret kata, yang kemudian ditulis dan diucapkan sebagai kata yang wajar hingga lazim didengar.
bahasa gaul YTTA tidak hanya saja digunakan di sosial media, tetapi juga dalam pesan-pesan singkat yang dikirimkan kepada kerabat, teman, hingga keluarga. Gen Z adalah generasi yang berhubungan erat dengan teknologi dan penggunaan istilah ini, terlebih di media sosial.
YTTA atau “Yang Tau Tau Aja” biasanya sering ditemukan di kolom-kolom komentar. Setelah melihat sesuatu postingan yang memerlukan pengalaman pribadi untuk memahaminya, maka bermunculan penggunaan YTTA. Penulisan YTTA yang ada di komentar media sosial tak selalu berhuruf kapital, juga kadang huruf kecil “ytta”.
Setelah mengetik akronim tersebut, para komentator akan menambahkan emoji atau simbol yang digunakan dalam pesan teks untuk menyampaikan emosi atau ekspresi wajah.
Makna YTTA lebih kepada pengalaman atau hal yang hanya dipahami oleh orang-orang yang sudah mengetahui konteks dari pembicaraan yang sedang dibicarakan. YTTA berfungsi sebagai penanda yang memberikan instruksi halus kepada pembaca: “Jika kamu ingin mengerti apa maksud dari postingan ini, kamu harus memiliki pengalaman serupa dengan kami”.
Fungsi ini secara langsung menciptakan dua kelompok. Kelompok yang mengerti apa yang ingin disampaikan postingan tersebut dan kelompok yang hanya bisa menebak-nebak dan terpaksa berada di pinggiran obrolan.
Baca Selengkapnya: Jejak Atreyu Moniaga di Art Jakarta 2025, Sebuah Perayaan Refleksi dan Regenerasi Seni
Penggunaan YTTA adalah sebuah tindakan sosial yang kuat. Ketika seorang Gen Z menulis, misalnya, “Capek banget hari ini, pengen resign dari bumi. YTTA”, makna yang ia sampaikan jauh melampaui keluhan sederhana.
YTTA tak langsung menumbuhkan rasa solidaritas di antara mereka yang memiliki pengalaman hidup serupa, seperti stres kuliah, beban kerja, atau patah hati. Akronim ini seolah berkata kepada publik bahwa dirinya tahu atas sesuatu yang dialami seseorang dan tahu betul bagaimana rasanya.
“Saya tahu penderitaan ini dan saya yakin di luar sana ada orang lain yang juga merasakannya.”
Ikatan emosional ini terbangun di media sosial karena mengubah sebuah pengalaman kepada postingan media sosial. Di era sekarang, YTTA berfungsi sebagai jalan pintas komunikasi. Ketika kita harus panjang lebar menjelaskan latar belakang cerita yang sensitif, hanya tinggal balas YTTA. Lebih menghemat waktu dan tenaga, menjadikan pesan tetap padat dan cepat.
Hal ini menunjukkan efektifnya penggunaan bahasa di kalangan Gen Z, yaitu memberikan pesan dengan ringkas.
Akronim ini juga menjadi tempat berlindung saat membahas topik sensitif. Ketika Gen Z mengkritik fenomena sosial, membahas urusan pribadi, atau mengunggah curahan hati yang sangat mendalam, YTTA berfungsi sebagai pelindung. Ia menjaga agar pesan utama tetap tersimpan dan tak tersebar dari yang punya pengalaman yang sama sambil mengabaikan komentar atau penilaian negatif dari netizen-netizen lain.
Pada intinya, fenomena YTTA mencerminkan bagaimana Gen Z menggunakan bahasa untuk membangun identitas. Menggunakan dan memahami YTTA adalah tanda bahwa seseorang mengikuti perkembangan media sosial, terhubung dengan tren budaya, dan mungkin salah satunya menjadi penggerak dalam perkembangan media sosial.
Ini adalah bentuk permainan bahasa yang cerdas oleh Gen Z. Mereka mengambil kalimat yang secara tata bahasa sudah jelas, menyingkatnya menjadi kode rahasia, dan menggunakannya untuk menunjuk pada makna yang sangat spesifik dan personal.
YTTA, dengan demikian, bukan sekadar singkatan, melainkan “gerbang” yang memungkinkan Gen Z berkomunikasi secara lebih mendalam, intim, dan efisien di tengah hiruk pikuk media sosial.
Faathir Tora Ugraha akrab disapa Tora. Masih belajar nulis. Sangat menyukai lagu-lagu yang bersemangat dan juga sangat suka bergiat alam. Saat ini aktif berkegiatan di Himpunan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Faathir Tora Ugraha
Pingback: Mahasiswa Japanese Popular Culture BINUS University Raih Prestasi Global di Kyoritsu Japanese Experience Contest 2025 – Rasinesia